Sabtu, 26 Juni 2010 | By: Dahlia"khamza Az Zahra"

Wahai Para pemuda Islam... Bangkitlah..!! Kobarkan Semangat Perjuanganmu..!!



Pemuda Islam adalah pemuda harapan
Yang dengan tangannya lahir sebuah kejayaan
Menapak kehidupan dengan cahaya iman
Bergerak ke depan raih kebangkitan islam

Kita adalah singa-singa Ar-rohman
Hancur binasa musuh berbisa

Kita pejuang pembela kebenaran
Lepas belenggu runtuhkan angkara murka

Semangatmu bagai api menyala
Tergugahlah jiwa tuk turut berjuang

Pandangan matamu tebarkan cahaya
Hapus angan-angan raih kemenangan..raih kemenangan

Bangkitlah hai pemuda Islam
Kau tunas harapan penuh penantian
Wujudkanlah cita dan impian
dengan kekuatan kita kan berjaya


Bergerak ke depan raih kemenangan..
raih kemenangan..raih kemenangan!

- Ar Ruhul Jadid-


Senin, 21 Juni 2010 | By: Dahlia"khamza Az Zahra"

Keharaman Dalam Menerapkan Sistem Demokrasi Bukan Masalah Ijtihadiy

Banyak kaum muslim yang beranggapan bahwa sikap umat islam terhadap sistem demokrasi adalah perkara ijtihadiy. Berangkat dari asumsi itu, mereka tidak membenarkan orang yang ngotot, “memaksakan”
pemahamannya kepada seluruh umat islam bahwa demokrasi adalah sistem kufur yang haram untuk diterapkan. Maka melalui tulisan ini, kami ingin menunjukkan bahwa keharaman penerapan sistem demokrasi adalah perkara yang qoth’i, bukan perkara ijtihadiy. Akan kami tunjukkan bahwa sistem demokrasi itu telah mendapat tanggapan dari nash-nash qoth’i yang telah turun pada masa kenabian. Pembahasan di dalam tulisan ini telah kami atur sedemikian rupa agar pembaca bisa memahami alur fikiran kami dalam menarik kesimpulan. Maka dari itu, kami tidak menghendaki tanggapan yang muncul tanpa mengindahkan uraian yang telah kami susun. Wallaahul Musta’aan
Hukum Islam: Ada Yang Qoth’i dan Yang Dzanni
Di dalam islam ada perkara yang tergolong qoth’i (absolut) dan ada pula perkara yang tergolong dzanni
(spekulatif). Perkara qoth’i adalah perkara yang ditetapkan oleh dalil-dalil qoth’i, baik dalam aspek keabsahan sumbernya mau pun dalam aspek kekuatan penunjukkannya. Di dalam perkara-perkara yang qoth’i ini umat islam otomatis memiliki kesepahaman. Kesepahaman tersebut terwujud karena dalil-dalil yang membangun perkara-perkara qoth’i itu secara keilmuan memang tidak bisa ditolak oleh umat islam mana pun, baik dari aspek keabsahan sumbernya mau pun dari aspek pemahaman yang ditarik dari sumber tersebut. Siapa saja yang menolak perkara yang qoth’i maka ia digolongkan sebagai orang kafir, meski hanya menolak satu perkara saja. Misalnya, bahwa “Muhammad shollallaahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan Allah yang terakhir” itu termasuk perkara yang qoth’i, siapa saja yang secara sadar dan konsisten menolak pernyataan tersebut maka dia kafir. Di sinilah wilayah hitam dan putih itu dipisahkan. Pilihannya adalah haq atau bathil, islam atau kafir, ide yang islami atau ide yang kufur.